BREAKING NEWS

Kamis, 24 November 2016

Asal usul Kota Jakarta


Semut Marketing | Seperti banyak kota besar dan kerajaan di dunia, asal mula Jakarta juga diselimuti mitos dan legenda. 


ASAL-USUL KOTA JAKARTA

Oleh A. Heuken (Dalam rangka HUT Jakarta, 22 Juni 2009)

Sebagaimana cerita tentang Roma yang konon didirikan oleh Romulus dan Remus—kakak beradik yang dipelihara serigala—asal usul Jakarta juga tak lepas dari narasi legendaris yang mengisi kekosongan data sejarah.

Jakarta, meskipun tidak setua Kyoto atau Hanoi, merupakan ibu kota tertua di Asia Tenggara. Namun, peringatan hari jadinya ke-470 tahun 2009 mengundang pertanyaan: atas dasar apa tanggal itu ditetapkan? Sejarawan Abdurrachman Suryomihardjo menyebut keputusan Walikota Sudiro (1953–1958) untuk menetapkan tanggal kelahiran Jakarta sebagai "kemenangan Sudiro" yang bertumpu pada peristiwa kemenangan Fatahillah, meskipun peristiwanya sendiri masih diperdebatkan.


Pada 1950-an, asal-usul Jakarta memicu perdebatan sengit antara dua tokoh, Dr. Soekanto dan Dr. Hussein Djajadiningrat. Sayangnya, diskusi bersejarah itu kini nyaris dilupakan, tergantikan oleh narasi resmi yang seolah pasti dan lengkap. Sementara itu, sejarawan Slametmulyana pernah berpendapat bahwa nama "Jayakarta" berasal dari Pangeran Jayawikarta, penguasa yang pernah melawan J.P. Coen sebelum dikalahkan oleh kekuatan dari Banten.

Namun, apa sebenarnya yang bisa dibuktikan secara historis? Bukti tertulis paling awal menyebut permukiman di muara Sungai Ciliwung sebagai Sunda Kalapa, bukan Jayakarta. Catatan ini berasal dari Summa Oriental karya Tomé Pires yang mendokumentasikan kunjungannya sekitar tahun 1512–1515. Meskipun ada kemungkinan bahwa penulis Tiongkok Ma Huan menyebut kawasan ini sebagai “Chia liu-pa”, hal ini belum dapat dipastikan.

===================================

===================================

Nama Sunda Kalapa digunakan hingga pertengahan abad ke-16 dan masih muncul dalam peta-peta Asia sampai awal abad ke-17. Nama Jayakarta sendiri pertama kali muncul dalam karya sejarawan Portugis, João de Barros, sekitar tahun 1553. Ia mencatat pelabuhan bernama Xacatara (Jayakarta), bersama pelabuhan lain seperti Karawang, Tangerang, dan Banten.

Sementara dokumen tertulis dari Indonesia yang memuat nama “Jakarta” baru muncul setelah tahun 1602, yaitu dalam piagam dari Banten yang ditemukan oleh van der Tuuk pada 1870. Menariknya, meski Jayakarta mulai disebut sejak pertengahan abad ke-16, nama Sunda Kalapa tetap digunakan hingga akhir abad tersebut, termasuk dalam laporan pelayaran Belanda.


Perubahan besar terjadi sekitar tahun 1526 atau 1527, ketika Sunda Kalapa direbut oleh pasukan Islam dari Cirebon yang dipimpin Sunan Gunung Jati, sekutu (atau bawahan) Kesultanan Demak. Mereka mengusir penguasa Hindu Pajajaran dan menghentikan rencana Portugis untuk mendirikan benteng di wilayah tersebut. Peristiwa inilah yang menjadi dasar peringatan kelahiran Jakarta, meskipun detail sejarahnya masih kabur.

Daerah Sunda Kalapa dan Jayakarta dulu berada di selatan rel kereta api dan jalan tol di utara Hotel Omni Batavia saat ini. Pasukan Cirebon diduga mendarat di garis pantai tersebut, meski ada juga kemungkinan serangan dilakukan lewat daratan dari arah Marunda, meski wilayah itu dulunya berupa hutan lebat dan rawa-rawa.

===================================

===================================

Masih menjadi perdebatan siapa yang memimpin koalisi pasukan Islam melawan Pajajaran. Kurangnya dokumen tertulis maupun benda sejarah dari masa itu membuat jawabannya sukar ditemukan. Salah satu naskah yang dianggap penting adalah Purwaka Tjaruban Nagari yang ditulis oleh Pangeran Aria Cirebon sekitar tahun 1720. Naskah ini sarat dengan kisah-kisah ajaib dan muatan kepentingan lokal, serta belum memiliki edisi kritis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Sosok Fatahillah atau Falatehan, yang diyakini sebagai tokoh sentral dalam penaklukan Sunda Kalapa, memang muncul dalam berbagai sumber, namun identitas dan latar belakangnya masih belum jelas. Beberapa sumber menyebutnya berasal dari Pasai atau Gujarat dengan darah Arab. Hingga kini, perdebatan akademis soal siapa sebenarnya Fatahillah masih berlanjut.


Karena keterbatasan sumber sejarah, kelahiran Jayakarta tetap diselimuti kabut misteri yang memudahkan berkembangnya mitos dan cerita rakyat. Namun, Jakarta sebagai kota modern yang memasuki abad ke-21 memerlukan narasi sejarah yang lebih realistis dan ilmiah, sebagai dasar pembentukan identitas dan rasa memiliki warganya.


Legenda bisa membangkitkan semangat, tetapi sejarah yang kritis adalah fondasi untuk membangun masa depan yang berlandaskan pada kenyataan. Sudah saatnya Jakarta memiliki sejarah yang jujur dan objektif.


===================================
===================================

Jasa Desain Bayar Seikhlasnya
Jasa Desain Bayar Seikhlasnya

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 BS | Jasa Desain Bayar Seikhlasnya. Designed by OddThemes